Minggu, 01 Juli 2007

”Wartawan Kembali Dipenjarakan Karena Pemberitaan

PERS RELEASELEMBAGA BANTUAN HUKUM PERS
Kado Hari Kebabasan Pers Sedunia
”Wartawan Kembali Dipenjarakan Karena Pemberitaan
”Sumber : LBH Pers
Vonis kasasi Mahkamah Agung RI tersebut telah mencoreng dan mencederai peringatan hari kebebasan pers sedunia 3 Mei. Vonis pengkriminalisasian terhadap wartawan Sekali lagi menunjukan bahwa negara telah gagal memenuhi kebutuhan publik untuk memperoleh informasi yang secara langsung diwakili oleh kebebasan pers dengan cara memenjarakan wartawan, padahal telah jelas terhadap wartawan berlaku Undang undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers (UU Pers) yang mengatur penyelesaian segala sengketa yang berkaitan dengan pers dan pemberitaan. Dalam pasal 8 UU Pers pun disebutkan bahwa “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”.Putusan Mahkamah Agung tersebut telah mengabaikan semangat kebebasan pers yang merupakan tonggak demokrasi sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat. Penggunaan KUHP terhadap karya jurnalistik merupakan pengingkaran asas hukum terhadap Undang-Undang Pers (lex spesialis derogat legi generalis). Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili karya jurnalistik telah mengabaikan undang-undang pers yang secara khusus mengatur tentang pers. Hal tersebut sangat jelas bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers. Setiap sengketa pers terdapat mekanisme/prosedur penyelesaian melalui hak jawab, hak koreksi, atau dengan mengadukan kepada organisasi pers dan ke Dewan PersKriminalisasi tersebut jelas telah melanggar hak kebebasan dalam menyampaikan pendapat sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 40/1999, dimana pers mempunyai hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Penegakan hukum yang tidak proporsional dan cenderung dipaksakan merupakan sebuah upaya sistematis untuk memberedel adanya kebebasan pers yang menjadi ujung tombak penegakan demokrasi di Indonesia. Terhadap pemenjaraan wartawan tersebut tersebut diatas, Lembaga Bantuan Hukum Pers menyatakan sikap:1. Menolak segala bentuk dan upaya kriminalisasi terhadap pers; Setiap pelanggaran etika jurnalistik harus diselesaikan melalui prosedur jurnalistik juga bukan dengan mengkriminalisasikan pers, bukankah undang-undang pers dibuat untuk menyelesiakan sengketa jurnalistik2. Menghimbau Kejaksaan Agung RI untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya secara proposional dengan tidak langsung memenjarakan wartawan, Kejaksaan Agung harus melihat bahwa karya jurnalistik tidak bisa disamakan dengan kasus kriminal pada umumnya.3. Menuntut Ketua Mahkamah Agung RI untuk memeriksa ketua dan Anggota Hakim Agung yang memutus dan mengadili kasus Radar Jogja LBHPers menilai Hakim Agung Kasasi dalam vonis Radar Jogja telah mengambaikan undang-undang pers dalam memeriksa dan mengadili kasus Radar Jogja padahal kasus tersebut jelas merupakan karya jurnalistik bukan kriminal4. Menuntut kepada semua pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan menempuh prosedur penyelesaian melalui hak jawab, hak koreksi atau mengajukan kepada organisasi wartawan dan atau Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers;5. Menghimbau kepada kalangan media dan wartawan dalam melaksanakan pekerjaan jurnalistik untuk meningkatkan profesionalisme dengan berpegang pada Kode Etik Jurnalistik dan Undang-Undang Pers. Serta merapatkan barisan melawan segala bentuk kriminalisiasi terhadap pers.
Jakarta, 8 Mei 2007
Hendrayana, S.H.
Direktur Eksekutif

Tidak ada komentar: