Kamis, 12 Juli 2007

MISTERI PSB

HM Kahono TS

Konon,
kata misteri diartikan sesuatu yang belum diketahui dengan pasti dan menarik orang untuk tahu. Biasanya, misteri ini dihubung-hubungkan dengan peristiwa yang menyeramkan, atau sesuatu yang berhubungan dengan dunia supernatural. Karena itu, misteri ini cenderung bersifat irrasional atau orang banyak menyebut di luar nalar.
Apakah dalam era keterbukaan sekarang ini misteri masih relevan untuk dibahas? Apalagi zaman seperti saat ini, hampir semua permasalahan disandarkan pada logika. Karena itu, kalau ada sesuatu yang tidak masuk akal pasti akan memunculkan keingintahuan.
PSB (Penerimaan Siswa Baru) tahun ajaran baru 2007/2008 misalnya, kalau melihat patokan arti kata misteri, maka sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk disebut misteri.
Pertama, karena PSB kali ini telah banyak membuat orang ingin tahu. Di Kota Madiun saja sedikitnya 3000 orang tua siswa yang baru lulus SMP menjadi penasaran. Ini terutama soal munculnya penambahan nilai yang diluar nalar.
Kedua, PSB memenuhi syarat disebut misteri karena menjadi momok bagi siswa dan orang tuanya. Bayangkan saja, berapa ribu orang yang waswas kalau anaknya tidak dapat bangku sekolah. Ketakutan itu kian menjadi-jadi, setelah tahu ada ketidakpastian dalam proses pengambilan kebijakan.
Adanya momok yang menakutkan dan sesuatu yang di luar nalar itulah, membuat sebagian orang tua hanya pasrah. Maklum, protes atau teriak sekeras-kerasnya pun tidak akan mengubah situasi dan kondisi. Misalnya, seputar protes terhadap kebijakan penambahan nilai yang dinilai kontroversial dan misterius tersebut.
Adanya misteri dan kebijakan yang kontroversial itulah, membuat kita harus kembali merenung. Dunia pendidikan yang seharusnya mengajarkan bagaimana menggunakan nalar yang benar, justru mengambil langkah di luar nalar.
Terlepas dari dapat diterima nalar atau tidaknya, sudah seharusnya dunia pendidikan memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Setidak-tidaknya dari sesuatu yang kecil, seperti PSB yang dari tahun ke tahun selalu dinilai ruwet. Apalagi kebijakan yang diambil selalu berubah-ubah. Tahun ini misalnya, kebijakan seputar penambahan nilai sebagai kompensasi terhadap prestasi dianggap misterius.
Misalnya, kompensasi yang diberikan kepada mereka yang menjuarai kejuaraan, lomba atau sejenisnya di tingkat Jawa Timur. Kalau kejuaraan atau lomba itu berhubungan dengan kemampuan ilmu pengetahuan, misalnya olimpiade matematika atau fisika dan sejenisnya, sudah sewajarnya mendapatkan nilai tambahan.
Ini tentunya berbeda bobotnya dengan mereka yang mengikuti kejuaraan tidak terukur, seperti di bidang seni. Misalnya, paduan suara, hadrah, drama dan sejenisnya. Tentunya tambahan nilai tidak sebesar yang diberikan kepada peserta olimpiade matematika, fisika dan sejenisnya.
Misalnya nilai Unasnya 22, maka bagi mereka yang menjuarai Olimpiade Matematika di tingkat Jawa Timur mendapat tambahan poin 100 persen. Jadi, total nilainya menjadi 44. Kalau mau adil dan transparan, besarnya kompensasi tentunya tidak sama dengan mereka yang ikut lomba paduan suara, hadrah, drama atau sejenisnya.
Kebijakan kompensasi nilai itulah yang membuat PSB masuk dalam kategori salah satu misteri di dunia pendidikan. Mereka yang terlibat di dalamnya berdalih proses penerimaan sudah sangat terbuka, bisa diakses langsung (online), dan sejenisnya. Ternyata, di balik ribuan orang tua ketakutan, satu atau dua orang masih bisa tertawa.

Tidak ada komentar: