Senin, 02 Juli 2007

Biaya Sosial

HM Kahono Teguh S
Berapa dana sosial setiap bulan yang harus anda siapkan? Hampir dipastikan tidak ada seorang pun yang tahu persis, kecuali hanya uang recehan seratus perak atau dua ratusan. Untuk ukuran sekarang, sekeping uang seratus perak mungkin tidak terasa. Tapi kalau disadari dan dihitung dengan jlimet dan cermat, kita semua akan geleng-geleng kepala. Sebenarnya untuk menghitung dana sosial yang harus disiapkan cukup sederhana, terutama mereka yang dalam kesehariannya menggunakan kendaraan roda empat. Cukup menghitung berapa kali dalam satu hari berhenti di perempatan yang menggunakan traffic light di kota Madiun. Jumlah berhentinya itu dikalikan seratus perak dan dikalikan 30 hari dalam satu bulan. Mengapa harus menghitung dana sosial atau sedekah yang dikeluarkan dengan tulus ikhlas? Bukan masalah tulus iklasnya dalam bersedekah sebagaimana tuntutan agama, tapi fenomena maraknya pengamen di perempatan jalan kian memprihatinkan yang menjadi persoalan. Karena fenomena itu bisa diartikan beragam, termasuk petunjuk seputar meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran di Kota Madiun. Apalagi, Kota Madiun sebenarnya sudah punya perda khusus yang melarang orang ‘mencari rezeki’ di perempatan jalan. Hampir di semua perempatan dipasang papan peringatan larangan mengamen di jalanan. Termasuk ancaman hukuman yang bakal dijatuhkan. Tapi kenyataannya, papan peringatan tidak lebih dari asesoris belaka. Buktinya mereka yang ‘nongkrong’ di perempatan justru kian beragam. Mulai orang tua sampai anak-anak, mulai yang berlagak tidak sehat sampai mereka yang terlihat sangat bugar dan dari mereka yang membawa gitar sampai hanya bertepuk tangan dan lainnya. Pemandangan itu kini tidak hanya di perempatan jalan, karena mereka yang ‘mencari rezeki’ dengan cara serupa di kompleks perumahan pun kian marak. Tidak hanya pagi hari, ada juga yang datang pada siang, bahkan sore menjelang Magrib pun terkadang tidak dilewatkan. Yang menjadi pertanyaan mengapa hal tersebut bisa terjadi? Sudah tentu sangat beragam jawabnya, karena sangat tergantung dari sudut atau teori mana kita memandangnya. Kalau dilihat dari teori sosial, tentunya penyebab semua itu sangat kompleks. Ada yang mengatakan penyebabnya adalah semakin sempitnya lahan mata pencaharian, meningkatnya pengangguran, kemiskinan dan seterusnya. Karena itulah, manakala muncul gesekan yang berhubungan dengan mata pencaharian atau sumber penghidupan, maka orang berubah menjadi lebih sensitif. Seperti mogoknya ratusan bumel dan gelar aksi para abang becak yang mewarnai suasana Kota Madiun pekan ini, merupakan puncak dari rasa waswas akan semakin sempitnya lahan penghidupannya. Kalau pun sekarang ini banyak orang atau kelompok masyarakat yang semakin sensitif, seharusnya sudah diantisipasi oleh pemerintah. Ini disebabkan tingkat kompetisi untuk bertahan hidup dalam zaman yang serba belum menentu seperti sekarang ini sangat tinggi. Karena itulah, dalam menanggapi kasus protesnya kru bumel, pengambil kebijakan di pemkot harus bertindak lebih bijak. Meski bisa saja memaksakan kehendaknya, karena memiliki otoritas yang kuat, tapi tidak ada jeleknya kalau mau mendengarkan suara dan melihat fakta sosial yang sebenarnya. Munculnya gejala sosial tersebut memang sangat memprihatinkan. Kalau pun mereka yang bermobil harus mengeluarkan ‘dana sosial’ tersebut merupakan bentuk dari biaya sosial yang harus ditanggung. Setidak-tidaknya mereka ikut bertanggungjawab terhadap mereka yang hidup di jalanan. Ini berarti tanggung jawab negara secara tidak langsung dialihkan kepada individu.

Tidak ada komentar: