Minggu, 22 Juli 2007

ANAK

HM Kahono TS

Anakmu bukanlah anakmu. Anakmu adalah milik putra-putri sang kehidupan. Dua kalimat yang sangat dikenal ini memang sengaja saya cuplik dari terjemahan bebas Sang Nabi-nya satrawan kelahiran Libanon, Khalil Ghibran. Ini semata-mata hanya untuk mengingatkan, bahwa posisi anak selalu mendapat tempat yang istimewa dan menjadi daya tarik tersendiri.
Kalau mau sedikit menafsirkan apa yang ditulis Khalil Ghibran itu, sebenarnya tidak lebih dari ajakan untuk menghormati dan menghargai hak anak. Sering orang tua tidak menyadari, kalau anak mempunyai kehidupan sendiri yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan zamannya. Akibatnya, sebuah pemaksaan kehendak orang tua kepada anaknya.
Apakah pemaksaan itu salah? Tidak. Karena anak yang memiliki dunianya sendiri itu, juga harus diarahkan –mengambil kata yang lebih halus dari kata pemaksaan kehendak—dalam meniti kehidupannya. Sebab, anak tidak lebih dari secarik kertas putih yang siap untuk diberi warna, tulisan dan sebagainya. Dan, siapa lagi yang dapat menggambar, menulis dalam kertas kosong tersebut, kalau bukan orang tua dan lingkungannya.
Persoalannya, apakah tulisan yang dibubuhkan di kertas kosong itu harus sesuai dengan kacamata sang orang tua. Sehingga apa yang dipikirkan dan diinginkan ditumpahkan dalam tulisan kertas kosong tersebut. Kenyataan ini yang sering kita lihat dan rasakan. Anak tidak lebih dari kepanjangan tangan atau alat dari ambisi orang tua untuk meraih cita-citanya yang belum terkabul. Contoh nyata adalah orang tua yang memaksakan kehendaknya kepada putranya. Sehingga anak hanya bisa mendengarkan ‘kamu harus ini, kamu harus jadi itu dan lainnya.’
Ambisi orang tua untuk menuliskan kalimat baik dan indah itu secara tidak disadari telah merenggut hak-hak anak. Ini dapat dimaklumi, sebagian besar orang tua tidak tahu kalau anak pun memiliki hak, seperti hak bermain, hak mendapatkan pendidikan dan sejumlah hak lainnya.
Selama ini yang sering disorot adalah apa yang menimpa pada anak-anak dari kelompok tidak mampu. Maklum, mereka sering dipaksa untuk membantu mencari sesuap nasi. Termasuk yang sering kita temui di perempatan jalan, anak-anak menengadahkan tangannya kepada pengguna jalan. Hak mereka benar-benar terampas. Tidak lagi ada waktu untuk bermain dalam dunianya, tidak ada lagi waktu untuk belajar dan sebagainya. Ini disebabkan mereka secara dini harus menjalani dunia orang dewasa.
Apakah hanya anak-anak dari kelompok bawah yang terampas? Tentu saja tidak. Mereka yang berasal dari kelompok menengah dan atas pun banyak yang terampas haknya. Terutama orang tua yang ambisius dan selalu jaim (jaga image) secara material di mata masyarakat.
Pemaksaan itu terlihat dari pagi hingga petang, anak harus melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan orang tuanya. Dengan berbagai alasan, anak harus mengikuti berbagai kegiatan tambahan yang menyita waktunya. Termasuk sejak dini mengeksploitasi anak untuk mengikuti keinginan orang tuanya.
Gambaran di atas, bukan berarti orang tua berpangku tangan atau membiarkan anaknya berjalan di kehidupannya tanpa arah. Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mengarahkan kemana jalan kehidupan yang lurus. Karena pada akhirnya sang orang tualah yang pertama akan dimintai pertanggungjawabannya.Memang, dunia anak-anak yang indah dan penuh khayalan yang imaginatif sangat sulit ditangkap. Terutama oleh orang tua sudah terperangkap oleh pandangan dan pengalaman masa kecilnya. Selamat hari anak.

Tidak ada komentar: