Rabu, 04 Juli 2007

MEMBACA

HM Kahono TS

Berapa banyak pembaca media di AS, Jepang dan negera eropa lainnya? Pertanyaan ini sempat mencuat dalam sebuah forum pertemuan antarpengelola media cetak di Jawa Timur. Jawaban atas pertanyaan itu pun beragam, di AS misalnya ada yang memperkirakan 75 juta, 25 juta dan lainnya.
Alasannya sangat simple, karena ratio perbandingan yang ideal antara jumlah penduduk dengan media cetak (koran, tabloid dan lainnya) adalah 1 berbanding sepuluh. Ratio perbandingan pembaca dengan oplah media cetak yang ideal itu ditetapkan oleh UNESCO, salah satu badan PBB yang mengurusi masalah sosial budaya.
Ternyata beragam jawaban itu tidak ada satu pun yang pas. Artinya, tidak ada satu pun yang benar. Karena prakiraan yang dijadikan jawaban itu angkanya masih sangat jauh. Sebab, tiras media cetak di negerai besar tersebut di atas jumlah penduduk, bahkan ada yang nyaris dua kali lipatnya.
Tentu angka tiras itu membuat peserta pertemuan tercengang. Maklum, di era seperti sekarang ini yang serba elektrik –koran, majalah, buku dan lainnya-- ternyata tidak mengurangi minat baca. Ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang ada di seputar kita. Oplah media cetak di Indonesia secara keseluruhan misalnya, baru mampu mencapai angka sekitar 17 juta. Padahal, jumlah penduduknya mencapai angka di atas 200 juta.
Data-data itu sengaja dipaparkan sebagai gambaran tentang rendahnya minat baca bangsa ini. Yang menjadi pertanyaan mengapa minat baca rendah? Padahal sudah lebih dari setengah abad merdeka. Pemerintah sendiri sudah mencanangkan wajib belajar 9 tahun untuk menekan angka buta huruf.
Kenyataan ini memunculkan berbagai tanggapan, salah satu faktor yang menjadi biang keladi rendahnya minat baca adalah kemiskinan yang membelunggu. Buktinya, dari tahun ke tahun angka orang miskin semakin besar. Sehingga masyarakat lebih memilih beli beras atau kebutuhan pokok lainnya, dari pada harus membaca media cetak dan seterusnya.
Alasan kemiskinan sebagai biang kerok rendahnya minat baca ini juga tidak sepenuhnya benar. Karena ada beberapa fenomena yang justru mengejutkan diperoleh dari mereka yang masuk kelompok terdidik. Yakni perilaku mereka yang tengah menempuh pendidikan tinggi di berbagai kota.
Di Madiun misalnya, dari sejumlah wawancara dengan mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan tinggi –universitas, sekolah tinggi dan perguruan tinggi lainnya—ternyata tidak setiap hari membaca koran, majalah, tabloid atau buku. Tapi hampir semua mahasiswa/i memiliki handphone sebagai alat komunikasi.
Fenomena ini tentu sangat menarik perhatian. Bahkan, Dra Hj Su’ada MSi, salah seorang pengajar dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) saat berdiskusi di STISIP Muhammadiyah Madiun awal pekan lalu mengungkapkan, secara sosiologis masyarakat terlalu cepat melakukan loncatan budaya. Artinya, manakala masyarakat memasuki fase atau tahapan tertentu dan ternyata belum matang, sudah meloncat lagi ke tahapan berikutnya. Sebagaimana manusia, masyarakat pun berkembang dari fase ke fase berikutnya.
Karena itulah, rendahnya minat baca masyarakat tidak semata-mata lantaran faktor kemiskinan yang membelenggu. Bukti lain yang bisa terekam adalah masih banyaknya mereka yang masuk kategori kelompok bawah berusaha keras untuk mengikuti informasi dengan cara membaca koran dari tetangga, teman dan lainnya.
So, apa yang menjadi penyebab rendahnya minat baca? Tentu sangat kompleks dan saling terkait. Hanya saja, salah satu penyumbang terbesar adalah perilaku keseharian dalam arti luas lagi budaya, dan tentunya ada sesuatu yang salah dalam dunia pendidikan.
Dalam kehidupan keseharian, budaya tutur tampaknya lebih tinggi peminatnya dibandingkan budaya baca tulis. Contoh kecilnya orang lebih banyak meluangkan waktunya untuk rasan-rasan dengan teman, tetangga dan lainnya, dibandingkan menyisihkan waktu untuk membaca.
Terlepas dari semua itu, menumbuhkan minat baca masih merupakan PR yang cukup berat. Yang pasti, membaca merupakan pintu gerbang menuju pencerahan. Sebagaimana yang difirmankan dalam surat Al Alaq.’Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.’

Tidak ada komentar: